Pilarupdate.com — Kasus dugaan penipuan oleh seorang pemilik wedding organizer (WO) bernama Ayu Puspita tengah menjadi sorotan publik di Indonesia. Ayu, yang menjalankan bisnis WO bernama By Ayu Puspita, kini telah ditetapkan sebagai tersangka penipuan oleh Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya setelah ratusan pasangan pengantin melaporkan kerugian finansial hingga puluhan miliar rupiah terkait jasa pernikahan yang tidak dipenuhi.
Kasus ini mencuat ke publik pada awal Desember 2025 setelah banyak calon pengantin menagih layanan yang sudah mereka bayar lunas tetapi tidak pernah terealisasi. Banyak dari mereka mengalami pengalaman pahit di hari-H pesta pernikahan: venue sudah tertata rapi, undangan hadir, namun katering tidak datang sama sekali, dekorasi tampak tak diurus, dan vendor-vendor yang seharusnya sudah dibayar pun tidak menerima dana, sehingga acara harus diselamatkan secara mendadak oleh keluarga masing-masing.
Dalam konferensi pers yang digelar Polda Metro Jaya, Dirkrimum Kombes Iman Imanuddin menjelaskan bahwa modis operandi Ayu menggunakan skema “gali lubang tutup lubang” dalam menjalankan bisnis WO-nya. Skema ini berarti Ayu memanfaatkan uang pembayaran klien baru untuk menutupi kewajiban atas acara klien sebelumnya, sehingga secara kas terlihat bisnis masih berjalan, padahal sebenarnya tidak memiliki dana yang cukup untuk memenuhi janji pada tiap pasangan yang telah membayar.
Skema semacam ini memiliki kemiripan dengan Skema Ponzi, yaitu model pembiayaan yang mengandalkan dana klien baru untuk menutup kewajiban lama, tanpa ada sumber pendapatan sehat di operasionalnya. Dalam video viral yang beredar di media sosial, bahkan Ayu Puspita sendiri terlihat menerangkan bahwa dana yang masuk dari pameran dan setoran klien diputar kembali untuk menambal kekurangan acara sebelumnya, bukannya digunakan langsung untuk layanan kepada klien itu sendiri.
Akibat pola pengelolaan seperti itu, skema keuangan yang salah kaprah ini akhirnya runtuh. Jumlah pasangan yang menjadi korban terus bertambah, diperkirakan mencapai sekitar 230 pasangan dengan total kerugian mencapai antara Rp15 sampai Rp16 miliar menurut data awal yang dihimpun dari para korban. Banyak pasangan yang telah membayar penuh bahkan jauh sebelum hari acara mereka tiba, namun ketika waktu pelaksanaan datang, layanan utama seperti katering, dokumentasi, hingga koordinasi vendor tidak pernah terwujud.
Bukan hanya layanan yang tidak terpenuhi, investigasi juga menemukan fakta yang lebih mengkhawatirkan: sebagian dana hasil pembayaran klien diduga dialihkan untuk keperluan pribadi Ayu Puspita. Uang tersebut digunakan untuk membiayai cicilan rumah di Jakarta Timur bahkan perjalanan ke luar negeri gaya hidup yang memicu kemarahan banyak pihak. Dalam pemeriksaan, polisi menyebut motif ekonomilah yang menjadi alasan di balik tindakan tersebut, karena Ayu tampaknya mengambil uang klien untuk kebutuhan non-operasional yang sifatnya pribadi.
Publik semakin marah ketika cerita-cerita korban menyebar di media sosial: dari pasangan yang harus membatalkan resepsi karena tidak ada katering, hingga keluarga yang panik mencari vendor pengganti di menit-menit terakhir agar acara tetap bisa berjalan. Banyak calon pengantin yang tabungan dan persiapan mereka terkuras habis akibat kasus ini, menjadikan momen istimewa yang seharusnya berkesan justru berubah menjadi kenangan pahit.
Respon dari kepolisian sendiri cukup serius. Ayu Puspita beserta beberapa staf WO-nya telah diamankan di Polda Metro Jaya dan ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya berinisial D, B, H, dan R. Jumlah pengaduan yang masuk mencapai belasan puluh puluh kasus dari berbagai daerah di Jabodetabek hingga daerah lain, dengan total laporan yang terus bertambah.
Kasus ini juga menjadi peringatan keras bagi masyarakat, khususnya calon pengantin, untuk lebih berhati-hati dalam memilih penyedia jasa pernikahan. Harga yang terlalu murah atau promosi yang terkesan terlalu menggiurkan perlu dicurigai dan dianalisis secara seksama. Banyak ahli konsumsi menyarankan agar kontrak kerja sama dengan vendor dibuat secara formal, dengan bukti tertulis yang kuat dan pembayaran bertahap, bukan penuh di muka, agar risiko penipuan bisa diminimalisir di masa depan. Hingga kini proses penyidikan masih berjalan. Polisi tengah mengumpulkan bukti transfer dan dokumen lainnya untuk memastikan jumlah total kerugian serta detail tindakan pidana yang bisa menjerat para tersangka. Para korban pun berharap agar dana mereka bisa dikembalikan melalui proses hukum yang adil dan transparan, sembari menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut.