Pilar Update — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti praktik korupsi di tingkat pemerintahan daerah. Kali ini, fokusnya adalah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Laporan KPK menyebutkan bahwa praktik jual beli proyek di Pemkab OKU telah menjadi hal yang umum, bahkan nyaris menjadi budaya dalam pengelolaan anggaran pemerintah daerah. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi penggunaan dana publik yang sejatinya harus di manfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
Menurut KPK, praktik jual beli proyek ini biasanya melibatkan. Pejabat Daerah yang memiliki kewenangan dalam proses perencanaan dan pengadaan proyek. Dalam praktiknya, proyek-proyek tertentu tidak diberikan melalui mekanisme tender yang transparan. Melainkan di tawarkan kepada pihak swasta atau kontraktor dengan imbalan tertentu. Hal ini memungkinkan keuntungan pribadi bagi oknum pejabat, sementara kualitas pembangunan dan pelayanan publik menjadi korban dari praktik tersebut. Fenomena ini tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.
KPK menegaskan bahwa praktik ini terjadi karena lemahnya pengawasan internal dan budaya yang telah tertanam dalam birokrasi Pemkab OKU. Selain itu, tekanan politik juga menjadi faktor pendorong, di mana pejabat yang memegang proyek tertentu merasa harus memenuhi kepentingan tertentu agar tetap mendapatkan posisi atau dukungan politik. Kondisi ini menciptakan lingkaran korupsi yang sulit di putus. Karena para pelaku memiliki kepentingan yang saling terkait. Pejabat yang menolak ikut serta dalam praktik jual beli proyek sering menghadapi risiko marginalisasi atau tidak mendapat proyek sama sekali, sehingga secara tidak langsung memaksa mereka untuk ikut terlibat dalam praktik tersebut.
Fenomena ini sebenarnya tidak hanya terjadi di OKU, tetapi menjadi contoh dari masalah yang lebih luas di banyak daerah di Indonesia. Praktik jual beli proyek merupakan salah satu bentuk korupsi yang paling merusak. Karena menyentuh langsung penggunaan anggaran publik. Dampaknya bisa di rasakan dalam jangka panjang, seperti pembangunan infrastruktur yang buruk, pelayanan publik yang tidak optimal, dan bahkan menurunnya kualitas pendidikan dan kesehatan karena dana di alihkan ke keuntungan pribadi pejabat.
Dalam menanggapi temuan ini. KPK telah meningkatkan pengawasan dan memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya. Langkah-langkah ini termasuk melakukan audit proyek secara mendalam, memanggil pejabat terkait untuk di mintai keterangan, serta memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk memperbaiki mekanisme pengadaan agar lebih transparan dan akuntabel. KPK juga mendorong penerapan sistem elektronik dalam proses tender proyek, sehingga peluang terjadinya manipulasi dan penyalahgunaan wewenang dapat di minimalkan.
Selain itu, KPK menekankan pentingnya pendidikan antikorupsi dan peningkatan kesadaran pejabat daerah. Budaya integritas harus di tanamkan sejak awal, agar pejabat memahami bahwa pengelolaan anggaran negara adalah amanah yang harus digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Masyarakat juga di harapkan aktif mengawasi proyek-proyek pemerintah melalui mekanisme transparansi publik. Seperti publikasi anggaran dan laporan proyek secara online. Dengan keterlibatan masyarakat. Praktik jual beli proyek dapat di tekan secara signifikan.
Meski upaya pemberantasan korupsi menghadapi tantangan berat. KPK optimistis bahwa perubahan budaya birokrasi di Pemkab OKU masih memungkinkan. Pendekatan yang kombinatif antara penegakan hukum. Pengawasan internal, dan pendidikan antikorupsi di harapkan mampu memutus rantai praktik jual beli proyek yang telah mengakar. Masyarakat di harapkan tetap kritis dan tidak menutup mata terhadap indikasi praktik korupsi. Karena partisipasi publik merupakan kunci keberhasilan reformasi birokrasi di tingkat daerah.
Dengan perhatian serius dari KPK. Diharapkan Pemkab OKU dapat menjadi contoh daerah yang berhasil menghilangkan praktik jual beli proyek. Ke depannya, pengelolaan anggaran daerah bisa lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Tantangan memang besar. Tetapi langkah konkret yang di ambil KPK menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi bukan sekadar slogan, melainkan upaya nyata untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan profesional.