Pilar Update – Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Jawa Barat menargetkan sektor pariwisata berbasis pedesaan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru yang di nilai vital untuk menopang target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen pada 2029. Deputi Kepala Perwakilan BI Jawa Barat. Muslimin Anwar, menegaskan bahwa target ambisius tersebut tidak mungkin di capai jika Indonesia hanya bertumpu pada sumber-sumber pertumbuhan konvensional. Di butuhkan terobosan yang lebih menembus sektor riil dan langsung menyentuh masyarakat, salah satunya melalui pengembangan desa wisata.
Menurut Muslimin. Desa wisata berpotensi menjadi motor penggerak ekonomi baru apabila di kelola secara Profesional dan berkelanjutan. Ia menyebut pendekatan pembangunan ke depan harus lebih out of the box. Dengan fokus pada keunggulan lokal serta inovasi yang mampu menciptakan nilai tambah ekonomi. Pernyataan tersebut ia sampaikan di sela proses seleksi peserta untuk Jawara Wisata Award 2025 yang berlangsung di Bandung. Rabu.
Dalam rangka mencapai visi tersebut. BI Jabar bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat menyaring desa-desa terbaik yang akan di jadikan contoh atau benchmark. Tujuan utama program ini bukan hanya kompetisi. Melainkan menampilkan model pengelolaan desa wisata yang sukses secara manajerial dan finansial, sehingga dapat di replikasi oleh ratusan desa lainnya di wilayah Jawa Barat.
Saat ini terdapat 10 desa yang masuk tahap finalisasi sebagai calon desa percontohan. Kesepuluh desa itu meliputi Desa Alamendah dan Lebakmuncang di Kabupaten Bandung; Tugu Utara dan Malasari di Kabupaten Bogor; Cirendeu di Kota Cimahi; Saung Ciburial di Garut; Pesona Wanajaya di Kabupaten Bekasi; Sukamandi Masagi di Subang; Hanjeli di Kabupaten Sukabumi; serta Mulyaharja di Kota Bogor. Muslimin menegaskan bahwa desa-desa ini telah menunjukkan kriteria unggul yang layak di sebarluaskan sebagai inspirasi bagi perbankan, investor, dan pemerintah daerah.
Pada kesempatan yang sama, Jawa Barat, Lendra Sofyan. Menjelaskan bahwa pengembangan desa wisata di provinsi ini yang potensinya mencapai lebih dari 600 desa juga di arahkan untuk menjadi solusi atas masalah sosial yang bersifat multidimensi. Indikator keberhasilan tidak hanya di lihat dari jumlah wisatawan. Tetapi juga dari peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes). Peningkatan PADes tersebut di nilai berpengaruh langsung terhadap penurunan angka pengangguran, kemiskinan, hingga stunting.
Meski demikian, Iendra menekankan pentingnya inovasi atraksi wisata. Tanpa pembaruan dan kreativitas, pengunjung dapat dengan mudah bosan dan beralih ke destinasi lain. Oleh karena itu, desa wisata harus terus menciptakan pengalaman baru yang autentik dan relevan dengan perkembangan tren pariwisata.